Kisah "Negeri Emas" Petinggi negeri ramai-ramai bicara soal
bagaimana memiliki “Saham Emas", para istri ramai-ramai ngurus paspor
untuk ke Saudi menjadi TKW dan berharap bisa pulang bawa "Emas",
suami-suami mengadu nasib di lubang-lubang yang menjanjikan "Emas", di
labaon, Pakerum, lamuntet. Anak-anak sekolahan berebut beasiswa "Emas"
agar "Emas" bisa pindah dari perut bumi ke otak-otak mereka, sehingga
suatu saat akan lahir generasi "emas" yang nilainya mahal. Di sebuah
kantor pemerintah ada oknum yang merancang aksi protes dan demo kepada
perusahaan "Emas". Sementara di kantor lain yang pejabatnya
berlencanakan "Emas" hiruk pikuk saling mengintai antar kelompok koalisi
dan non koalisi untuk "berebut proyek-proyek", termasuk proyek "Emas".
Melihat realita itu seorang pedagang tua di pasar tersenyum sinis dan
terlihat gigi "Emas" yang semakin mengkilat. Negeri itu akan menghadapi
masa sulit ketika "Emas" tak lagi menjanjikan, karena lahan pertanian
kelas 1 kian menyusut, petani tak lagi bangga dan rajin jadi petani.
Peternak juga sering mengeluh karena ternak mereka banyak dicuri maling,
maling ternak.
Saatnya pemuda, pemikir dan kaum-kaum bijak negeri ini bangun dari
tidurnya dan mulai mendiskusikan "Skenario Negeriku Pasca Tambang ".
Bait kalimat diatas merupakan sebuah curahan hati yang ditulis oleh
mantan wakil ketua DPRD Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) Mustakim Patawari
melalui Grup Facebook Sumbawanews.
Emas, merupakan kata paling favorit yang paling banyak dicerna oleh
masyarakat Sumbawa saat ini. Dari Kecamatan Terano ujung timur Sumbawa
hingga Kecamatan Maluk di bagian barat Sumbawa Barat, demam logam mulia
bernama emas memasuki sendi-sendi kehidupan masyarakat.
Perubahan status dari petani menjadi penambang emas bukan hal aneh
lagi di Samawa Intan Tana Bulaeng sebutan Kabupaten Sumbawa dan Sumbawa
Barat yang mempunyai potensi Pertambangan emas.
Potensi kandungan logam mulia ini tidak terbantahkan lagi setelah
melihat data yang dikeluarkan oleh Dinas Pertambangan dan Energi
(Distamben) NTB, jumlah Kuasa Pertambangan (KP) dan Kontrak Karya (KK)
hingga tahun 2009 di wilayah NTB mencapai 63 buah, dengan pembangian 49
buah atau 77.78% berada di Pulau Sumbawa dan 14 buah atau 22.22% berada
di pulau Lombok. Lebih mencengangkan lagi dari 49 KP dan KK ternyata 25
KP dan KK berada di Kabupaten Sumbawa dan 6 KP dan KK berada di wilayah
KSB.
“Jika karunia ini tidak ada yang kelolah dan tetap berada di perut
bumi maka tidak akan memberikan manfaat apa-apa bagi masyarakat.” Ungkap
mantan senior Manager PT Newmont Nusatenggara (PTNNT) Malik Salim
berkali-kali jika sedang berdikusi mengenai dunia Pertambangan.
Mengulas balik kondisi masyarakat di Maluk dan Sekongkang menjelang
dasawarsa 1990 yang masih berstatus dusun, kehidupan masyarakat setempat
memprihatinkan dan menghadapi berbagai kesulitan. Lahan pertanian yang
menjadi penopang utama ekonomi mereka hanya bisa ditanami sekali dalam
setahun dan itupun seringkali mengalami kegagalan panen. Upaya
masyarakat untuk mendapatkan air diakali dengan cara menaruh daun pisang
atau daun tanaman lain diatas batu agar air bisa mengalir kesawah.
Konflik sosial juga sering muncul dikarena rebutan air antar petani.
Persoalan lain yang tak kalah rumitnya yakni luas area pertanian
berupa sawah yang begitu sempit, satu kepala keluarga hanya memiliki
paling banyak dua hingga tiga petak sawah, dengan umur padi yang
relative panjang mencapai enam bulan. Penanganan hama yang ditangani
secara tradisional membuat waktu petani terkuras karena harus menjaga
sawahnya secara bersama-sama dalam waktu yang relative panjang.
Hasil panenpun hanya bisa dinikmati selama tiga atau empat bulan, selebihnya masyarakat setempat terpaksa mengkonsumsi gadung, seramping (sagu) dan pisang.
Hasil panenpun hanya bisa dinikmati selama tiga atau empat bulan, selebihnya masyarakat setempat terpaksa mengkonsumsi gadung, seramping (sagu) dan pisang.
Dusun–dusun kecil seperti Sekongkang Atas, Sekongkang Bawah, Maluk,
Tongo, Aik Kangkung, Tatar dan Benete, yang pada saat itu berstatus
daerah terpencil kini telah berubah menjadi sebuah wilayah dengan
Status Desa hingga Kecamatan bahkan lima kecamatan yang berada di
wilayah kemutar telu berubah menjadi sebuah Kabupaten yang disebut
Kabupaten Sumbawa Barat (KSB). Kehidupan ekonomi masyarakat pun jauh
lebih baik dibandingkan dengan kondisi awal dasarwarsa tahun 1990-an.
“Harus diakui bahwa Pertambangan PT Newmont Nusatenggara (PTNN)
mengubah ekonomi masyarakat menjadi lebih baik.” Ungkap ketua Forum
Komunikasi Kepala Desa (FK2D) KSB, Mashud Yusuf saat dihubungi
Sumbawanews, Senin 14 Februari 2011 via Telpon selular.
Newmont Batu Hijau memulai eksplorasi sekitar tahun 1986 dibagian
barat pulau Sumbawa yang sekarang dikenal sebagai Kabupaten Sumbawa
Barat. Eksplorasi berlangsung selama empat tahun, dan baru pada tahun
1990, ahli geologi Newmont menemukan cebakan tembaga Forfiri yang
kemudian dinamakan batu hijau. Setelah penemuan tersebut, baru pada
tahun 1996 Newmont memulai proyek pembangunan infrastruktur
Pertambangan. Saat pembangunan infrastruktur senilai 1,8 Milyar dolar
Amerika Serikat, kehidupan masyarakat lokal mulai berubah. Tenaga kerja
yang tak kurang dari 17.000 orang sudah tentu hampir menyerap semua
tenaga kerja dari masyarakat dilingkaran pertambangan batu hijau.
Tahun 2000 PT PTNNT mulai melakukan operasi dan menetapkan sepuluh
desa di Kecamatan Sekongkang dan Jereweh sebagai mitra PTNNT untuk desa
terdekat dlingkar tambang. Kesepuluh desa tersebut yakni Sekongkang
atas, sekongkang bawah, tongo, aik kangkung (SP-1) dan tatar yang
berada di Kecamatan Sekongkang, serta Maluk, Benete, Belo, Beru, dan Goa
yang berada di Kecamatan Jereweh. Saat inipun Kecamatan Sekongkang
sudah berkembang menjadi Kecamatan Maluk dan Sekongkang.
Sempitnya lahan pertanian dan minimnya suplai air yang menjadi
kendala petani di lingkar tambang mulai berubah tatkala PTNNT
menjalankan program Community Development dalam bidang pertanian.
PTNNT telah melakukan pencetakan sawah diwilayah Tongo, Budidaya
Jagung di Aik Kangkung, pendampingan pola penanaman padi SRI di Goa
Jereweh sekaligus Pembinaan petani melon di Benete, penanam jagung,
budidaya rumput laut dijelenga, pendampingan usaha kecil industri
pengolahan tanaman lidah buaya menjadi natau serta peningkatan skill
bagi masyarakat dalam usaha krupuk. "Kami juga telah membuat
Laboratorium lapangan bagi petani di tatar tahun 2007." Jelas Manager
Community Development (Comdev) PTNNT Wagimin Sastrahadi pada acara
Lokakarya Media, Jum'at (9/7) di Kuta Bali yang diikuti oleh 34 jurnalis
asal Jakarta, Manado dan NTB.
Guna mendukung bidang pertanian, PTNNT membangun beragam
infrastruktur sarana Irigasi mencapai 1.290 hektar berupa Bendung
Tabiung pada 2003, Bendung Senutuk pada tahun 2004, Embung Puja pada
tahun 2004, Embung Batu Bangkong pada tahun 2005, Bendung Plampok pada
tahun 2006 dan Bendung Tiu Sepit pada 2008.
"Pembangunan sarana Irigasi di Desa Benete untuk menjangkau lahan
seluas 200 ha, Irigasi Desa Tongo untuk menjangkau lahan seluas 60 ha,
Irigasi Sekongkang untuk menjangkau lahan seluas 200 ha dan Irigasi Aik
Kangkung untuk menjangkau lahan seluas 550 ha." Terang Wagimin.
Bertambahnya infrastruktur pertanian sudah tentu mempengaruhi ekonomi
masyarakat, “Program PTNNT selama ini sangat mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi masyarakat dengan lahirnya sentra-sentra ekonomi baru.” Jelas
ketua Forum Komunikasi Kepala Desa (FK2D) KSB, Mashud Yusuf.
“Kita tidak bisa pungkiri garis besar struktur ekonomi Kabupaten
Sumbawa Barat di dominasi oleh sektor Pertambangan dan Penggalian
dengan kontribusi terhadap PDRB Atas Dasar Harga Berlaku sebesar 95,03%
dan disusul oleh sektor Pertanian sebesar 1,75 dan sektor lainya diluar
pertambangan dan pertanian hanya memberikan kontribusi terhadap PDRB
rata-rata dibawah 2%.” Terang Mashud mengutip hasil BPS .
Keberadaan Pertambangan bukan sesuatu yang harus ditolak, apapun yang
kita lakukan diatas bumi ini pasti ada dampak negatifnya. “Mari kita
bersahabat dengan dunia pertambangan karena akan saling menguntungkan
baik untuk masyarakat, Pemerintah maupun investor.” ajak Mashud.
Multiplier Effect keberadaan tambang Batu Hijau juga dirasakan oleh
ibu-ibu petani yang berada di Kecamatan Jereweh. Dalam beberapa tahun
ini lahir Kelompok Sosial Masyarakat (KSM) yang bergerak dalam berbagai
bidang. Sebut saja KSM Sehati di desa Dasan Anyar yang bergerak dalam
usaha simpan pinjam dan pertambakkan. KSM melati di Berui yang bergerak
dalam usaha simpan pinjam. KSM Riski di Goa dengan usaha usahanya
ketering, pembuatan kue dan simpan pinjam. KSM restu di Belo dengan
usaha simpan pinjam dan KSM Marisrora di Dasan Anyar dengan bidang
usaha simpan pinjam.
“Tumbuhnya KSM ini seiring dengan tumbuhnya ekonomi masyarakat
lingkar tambang.” Jelas ketua KSM KSM Riski Goa Masniati Senin
(14/02/2011) kepada Sumbawanews.com.
Dijelaskannya, kontribusi PTNNT terhadap KSM berupa pelatihan
peningkatan skill bagi para penggiat KSM. Training berupa manajemen
organisasi dan peningkatan skill mengelolah beberapa pengganan telah
mereka terima dari PTNNT.
KSM Riski Goa yang berdiri tahun 1997 ini telah mempunyai anggota
sebanyak 13 orang yang kebanyakan berprofesi sebagai petani. Modal awal
sebesar Rp.15 Juta pendirian KSM ini berasal dari iuran pokok dan
sukarelapara anggota.
“Usaka pokok KSM Riski Goa adalah simpan pinjam, terkait dengan
catering dan pembuatan kue pihaknya baru menjalankan kalau ada order
dari pihak PTNNT terutama saat ada kegiatan Comdev.” Jelas Masniati.
Diakuinya PTTNNT juga telah melatih anggota KSB di Jereweh untuk
pembuatan kripik nangka dan pisang, namun usaha tersebut masih
terkendala bahan baku dan produksi. “Bahan bakunya musiman, dan alat
vakum yang merupakan sumbangan PTNNT sulit dioperasikan karena
menyerapkan listrik yang cukup besar dengan daya listrik yang terbatas
seperti di Jereweh.” Terangnya.
Masniati berharap PTNNT bisa melanjutkan pelatihan dengan
mengedepankan permintaan pasar. “Kami sangat berharap PTNNT juga
membantu membuka pasar bagi produk-produk KSM di Jereweh, kalau bisa
berikan pelatihan sesuai dengan kebutuhan didalam Newmont seperti kue–
kue yang bisa rutin di supply ke NNT.” Harapnya.
Pandangan yang sama juga diungkapkan oleh Ketua KSM Marisrora Ibu
Lily Suheri (40 tahun). Menurutnya usaha KSM tumbuh karena adanya
pertumuhan ekonomi masyarakat lingkar tambang.
“Kami pernah mendapat pelatihan organisasi dari PTNNT selama dua
kali, dan berharap kedepan pelatihan tersebut tetap dilanjutkan.” pesan
Lily.
Untuk Kegiatan Local Business Initiative (LBI), PTNNT telah
melahirkan entrepreuner dalam bidang Industri paving block, jahitan,
kontraktor dan pemasok, fasilitas e-biz. Kebutuhan kapur yang dipasok
oleh pengusaha lokal mencapai 10% untuk kebutuhan konsentrator.
"Untuk donasi bagi 33 desa di KSB mencapai US$ 10.13juta, dan
kemitraan dengan Pemda dan LSM mencapai US$ 5.413juta." jelas Wagimin.
Di wilayah 3 kecamatan sekitar tambang, ada 196 proyek
infrastruktur/fasilitas umum meliputi: (1) drainase desa, (2) perbaikan
jalan Jereweh-Tatar, (3) fasilitas air bersih, (4) Puskesmas dan Pustu,
(5) Posyandu, (6) sekolah (TK, SD, SMP/MTs, SMA/MA), (7) bangunan dan
fasilitas pasar, (8) pantai wisata, (9) bendung, embung dan saluran
irigasi untuk lahan 1,250 hektar.
Dijelaskannya rata-rata anggaran yang direalisasikan oleh PTNNT untuk
menjalankan program-program Comdev sebanyak Rp50 Milyar pertahun.
Hingga tahun 2009, biaya kegiatan pengembangan masyarakat PTNNT
yaitu US$ 44.83 juta, meliputi: Proyek peningkatan infrastruktur US$
24.06 juta, Program penguatan kapasitas masyarakat (kesehatan,
pendidikan, ekonomi) US$ 3.99 juta, Program beasiswa dan bantuan
pendidikan US$ 1.237 juta, Donasi bagi 33 desa di Kab. Sumbawa Barat US$
10.13 juta, Kemitraan dengan Pemda dan LSM US$ 5.413 juta.
Program pengembangan masyarakat PTNNT ini telah mendapat pengakuan
dari Pemerintah RI RI berupa Penghargaan PADMA (Pandu Daya Masyarakat)
Tahun 2008 dari Menteri ESDM (Energi dan Sumber Daya Minral) dan Tahun
2003 yang diserahkan Presiden RI kepada PTNNT.
Mengubah Rongsokan Menjadi Emas
Entrepreneur sejati yakni dapat mangubah rongsokan menjadi emas, ungkapan pengusaha sukses Ir. Ciputra.
Apa yang terjadi setelah Pertambangan masuk di KSB juga hampir sama
dengan ungkapan Ciputra tersebut. Sesuatu yang tadinya tidak dianggap
berguna dan bermanfaat sekarang berubah menjadi sebuah kekuatan ekonomi
baru karena faktor Pertambangan.
Mengubah rongsokan menjadi emas mempunyai makna yang luas, keadaan
petani yang tadinya hanya memanen sekali dalam setahun dan hanya bisa
untuk dimakan selama tiga bulan kini menjadi wilayah surplus pertanian.
Masyarakat yang tadinya berada diwilayah terpencil kini berubah menjadi
sentra pertumbuhan baru dengan begitu cepat.
Pendidikan yang dulu sangat sulit didapatkan kini dengan mudah bahkan
cendrung gratis karena sarana dan biaya yang ditanggung oleh PTNNT.
Ibu-ibu yang tadinya tidak produktif kini membentuk kelompok-kelompok
bisnis untuk membantu sesama mereka.
Jika dikumpulkan satu persatu, bisa jadi perubahan itu tidak
terhitung lagi dan yang paling nampak adalah tumbuhnya identitas wilayah
Kemutar Telu menjadi sebuah daerah berotonomi berstatus Kabupaten.
“ Akan sulit lahir Kabupaten Sumbawa Barat, jika saja tidak ada
Pertambangan PTNNT.” Tegas Ketua Komisi II DPRD KSB M. Sahril Amin.
Pertambangan merupakan usaha yang penuh keterbatasan, cepat atau
lambat usaha Pertambangan akan berkurang seiring dengan habis sumberdaya
Pertambangan itu sendiri. Keterbasan ini sangat disadari oleh PTNNT,
karena emas sebenarnya terletak pada SDM lokal untuk mandiri selepas
operasional pertambangan berakhir. Kemandirian itu sudah tentu ditunjang
oleh pendidikan formal maupun informal.
Beasiswa merupakan salah satu solusi untuk menunjang pendidikan
masyarakat. Sejak diluncurkan pada 1998/1999 hingga 2009/2010, jumlah
penerima beasiswa PTNNT mencapai 7.650 orang, dan bantuan pendidikan
3.242 orang.
Dari target 1.540 penerima beasiswa PTNNT ditahun 2010, jumlah
penerima dari wilayah KSB ditargetnya mencapai 75% dan sebelumnya
penerima asal KSB TA 2008/2009 mencapai 72%.
”Substansinya sudah mendukung program pendidikan di KSB khususnya
pendidikan gratis melalui program pendidikan bersubsidi pada seluruh
jenjang pendidikan” jelas Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga
(Kadis Dikpora) KSB, Drs Nurdin menilai program beasiswa PTNNT.
Anak-anak sekolahan berebut beasiswa "Emas" agar "Emas" bisa
pindah dari perut bumi ke otak-otak mereka, sehingga suatu saat akan
lahir generasi "emas" yang nilainya mahal, mengulang kembali curahan hati Mustakim Patawari.(arh)
*http://www.sumbawanews.com/node/8368